Kematian Kedua (Cerpen)

Penulis cerpen: TheDarkNight_


Di suatu sore, sang pemuda dan ayahnya pergi ke TPU. Sang pemuda ingin mengunjungi makam Kakeknya. Dia menyirami makam Kakeknya dengan air bunga, menabur bunga, dan membacakan doa bersama dengan ayahnya.

Sebelum pergi dari sana, sang pemuda menoleh ke sebelah makam Kakeknya, menemukan sebuah makam yang sudah tidak terawat. Papan nisannya sudah keropos dan banyak rumput-rumput liar di makam itu.

"Keluarganya sudah tiada ya?" tanya Sang pemuda kepada ayahnya.

Ayahnya menatap papan nisan itu lalu menggeleng. "Keluarganya masih ada, di kampung sebelah."

"Makamnya sudah tidak terawat, seperti tidak pernah di kunjungi."

Ayahnya terdiam sebentar. "Mungkin mereka sibuk sampai tidak ada waktu untuk mengunjungi ayahnya."

Wajah sang pemuda berubah menjadi sedih. Tangannya bergerak mengelus papan nisan. "Kasian sekali dia, seperti tidak ada yang mengingatnya."

Ayahnya menunjuk langit yang mulai menghitam. "Sudah mulai malam, ayo kita pulang."

Sang pemuda dan ayahnya bergegas meninggalkan TPU. "Kita enggak tahu, bisa aja anak-anak masih menyebut nama sang ayah di dalam doanya. Bisa saja, ayahnya tidak benar-benar terlupakan. Kamu jangan berburuk sangka dulu," ucap sang ayah di tengah-tengah perjalanan mereka.

Sang pemuda hanya diam membalasnya.

"Tadi itu makamnya Pak Haru. Dulunya dia orang yang paling terkenal di wilayah ini," ucap ayahnya lagi.

Sang pemuda menatap ayahnya, seakan menunggu ucapan selanjutnya. "Dia kaya raya. Di mata orang-orang seperti kita, dia warga kampung yang paling bahagia. Dia bisa membeli apa pun yang dia mau, tidak seperti kita."

Sang pemuda mengangguk. "Lalu Pak?"

"Mobilnya berentet, sawahnya membentang luas, pergi keluar negeri setiap bulannya. Dia menghabiskan uangnya untuk berfoya-foya."

Di tengah jalan, ayahnya menunduk mengambil sebuah paku lalu menyingkirkannya ke tepi. Setelah itu dia kembali melanjutkan perjalanannya.

"Bukan hanya kekayaan yang berlimpah. Dia juga mempunyai jabatan yang tinggi. Dia melakukan segala hal untuk mendapatkan jabatan itu dan dia mendapatkannya."

Sang pemuda masih terus mendengarkan cerita ayahnya.

"Dia manusia yang terlalu mengejar dunia."

"Dari mata ayah tahu cerita ini?" sang anak akhirnya bertanya.

"Semua warga kampung tahu," sang pemuda kembali mengangguk.

Mereka terus berjalan dan berhenti tepat di masjid. Mereka berdua masuk dan bersiap untuk menjalankan sholat magrib. Setelah selesai sholat, mereka yang berada di masjid fokus berdoa, tetapi ada sebuah suara mobil yang sangat berisik seakan menganggu mereka.

Sang pemuda tidak berbicara. Dia masih terus memanjatkan doa begitu pula dengan orang-orang di dalam sana. Tidak tergubris, mungkin hal itu sudah biasa.

Beberapa saat kemudian, mereka keluar dari masjid dan meneruskan perjalanannya menuju ke rumah. "Tadi ayah dengar tidak ada suara mobil yang kencang sekali?"

Ayahnya mengangguk. "Itu mobil anaknya Pak Haru," ada sebuah jeda, "anaknya mengikuti jejak ayahnya."

Sampailah mereka berdua di rumah. Sang pemuda masuk ke dalam kamarnya, di dalam sana dia memikirkan tentang perbincangan tadi. Dia terus memikirkan sampai dia memiliki sebuah kesimpulan.

'Ternyata benar. Dunia bukan segalanya. Ketika kita meninggal tidak ada yang kita bawa selain amal shaleh.'

Tidak berhenti di situ. Sang pemuda  mikirkan hal lain seperti setelah dia mati apakah ada yang mengingatnya? Apakah ada jaminan keluarganya mengingat dan mendoakannya?

Sang pemuda terus berpikir sampai larut malam.

Terlalu pusing dengan pertanyaannya, dia memilih keluar untuk mengambil minum. Di tengah perjalanan ke dapur, dia menemukan Ayahnya duduk di teras rumah. Dia tetap ke dapur setelah itu dia menghampiri ayahnya.

Ayahnya yang tersadar akan kehadirannya langsung memberikan senyum untuk anaknya. "Sudah sholat isya?" Sang pemuda mengangguk.

Sang pemuda duduk di samping ayahnya. "Kenapa belum tidur?" tanya ayahnya.

Sang pemuda menceritakan tentang pertanyaannya yang belum terjawab. Mendengar itu membuat Ayahnya tersenyum. "Setelah manusia tidak ada, manusia bisa jadi mengalami kematian kedua yaitu ketika tidak ada manusia lagi yang mengingatnya," jeda sebentar, "makanya sering terdengar kalimat, sahabat terbaik manusia adalah amalnya."

Sang pemuda diam mendengarkan sang ayah dengan seksama. Kemudian dia bertanya. "Itu definisi kematian kedua menurut ayah?" Ayahnya mengangguk.

Hening beberapa saat kemudian ayahnya kembali berbicara. "Warisan ayah untuk anaknya yang paling besar bukanlah kekayaan, tetapi ilmu agama."

Kali ini sang pemuda merasa bersyukur ketika memiliki ayah seperti ayahnya.

Selesai

Komentar

Postingan populer dari blog ini

wattpad

Little Woman (Cerpen)

Positive Body Image (Cerpen)